Minggu, 11 Januari 2009

Sepuluh Kriteria Guru Yang Baik Menurut Peter G. Beidler

1. Seorang guru yang baik harus benar-benar berkeinginan untuk menjadi guru yang baik. Guru yang baik harus mencoba, dan terus mencoba, dan biarkan siswa-siswanya tahu bahwa dia sedang mencoba, dan bahkan dia juga sangat menghargai siswanya yang senantiasa melakukan percobaan-percobaan, walaupun mereka tidak pernah sukses dalam apa yang mereka kerjakan. Dengan demikian, para siswa akan menghargai kita, walaupun kita tidak sebaik yang diinginkan, namun kita akan terus membantu siswa yang ingin sukses.
2. Seorang guru yang baik berani mengambil resiko, mereka berani menyusun tujuan yang sangat muluk, lalu mereka berjuang untuk mencapainya. Jika apa yang mereka inginkan itu tidak terjangkau, namun mereka telah berusaha untuk melakukannya, dan mereka telah mengambil resiko untuk melakukannya, siswa-siswa biasanya suka dengan ujicoba beresiko tersebut.
3. Seorang guru yang baik memiliki sikap positif. Seorang guru tidak boleh sinis dengan pekerjaannya. Seorang guru tidak boleh berkata bahwa profesi keguruan adalah profesi orang-orang miskin. Mereka harus bangga dengan profesi sebagai guru. Tidak baik seorang guru untuk mempermasalahkan profesi keguruannya dengan mengaitkannya pada indeks gaji yang tidak memadai.Tidak boleh profesi guru menjadi terhina oleh guru sendiri hanya karena gajinya yang tidak memadai. Guru tidak boleh sinis pada siswa karena keterlambatan dalam menyerap pelajaran dan sebuah kenakalan. Hadapi dan perbaiki siswa secara wajar, humanis, rasional dan proprsional.
4. Seorang guru yang baik selalu tidak pernah punya waktu yang cukup. Guru yang baik hamper bekerja antara 80 100 jam per minggu, termasuk sabtu dan minggu, istri dan keluarganya mengeluh dengan alas an yang baik, bahwa mereka kurang peduli pada istri dan keluarganya. Guru yang baik selalu mempersiapkan kelas dengan sempurna, mengidentifikasi semua siswa dan permasalahnnya, berkomunikasi dengan komite sekolah, banyak menggunakan waktu untukmenyelenggarakan administrasi pendidikan, memberikan waktu yang banyak untuk siswa berkonsultasi. Guru yang baik hamper tidak punya waktu untuk bersantai, waktunya habis untuk memberikan pelayanan terbaik untuk siswanya.
5. Guru yang baik berpikir bahwa mengajar adalah sebuah tugas menjadi orang tua siswa, yakni bahwa guru punya tanggung jawab terhadap siswa sama dengan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dalam batas-batas kompetensi keguruan. Guru harus membuka kesempatan bagi siswa untuk berkonsultasi tidak saja dalam soal pelajaran yang menjadi tugas pokoknya, tapi juga persoalan-persoalan lain yang terkait dengan proses pembelajaran.
6. Guru yang baik harus selalu mencoba membuat siswanya percaya diri, karena tidak semua siswa memiliki rasa percaya diri yang seimbang dengan prestasinya. Seorang anak yang pintar, menguasai berbagai bahan pelajaran dengan baik, belum tentu memiliki kepercayaan diri yang sesuai dengan prestasinya untuk mengartikulasikan kemampuannya di depan orang banyak. Guru harus mampu meyakinkan mereka bahwa mereka itu mampu, bahwa mereka itu excellent, bahwa mereka itu lebih baik dari lainnya.
7. Seorang guru yang baik juga selalu membuat posisi tidak seimbang antara siswa dengan dirinya, yakni dia selalu menciptakan jarak antara kemampuannya dnegan kemampuan siswanya, sehingga mereka senantiasa sadar bahwa perjalanan menggapai kompetensinya masih panjang, dan membuat mereka terus berusaha untuk menutupi berbagai kelemahannya dengan melakukan berbagai kegiatan dan menambah pengalaman keilmuannya.
8. Seorang guru yang baik selalu mencoba memotivasi siswanya untuk hidup mandiri, lebih independent.
9. Seorang guru yang baik tidak percaya penuh terhadap evaluasi yang diberikan siswanya, karena evaluasi mereka terhadap gurunya bisa tidak objektif, walaupun pertanyaan-pertanyaan mereka itu penting sebagai informasi, namun tidak sepenuhnya harus dijadikan patokan untuk mengukut kinerja keguruannya.
10. Seorang guru yang baik senantiasa mendengarkan terhadap pernyataan-pernyataan siswanya, yakni guru itu harus aspiratif mendengarkan dengan bijak permintaan-permintaan siswa-siswanya, kritik-kritik siswanya, serta berbagai saran yang mereka sampaikan.

Usaha Guru Dalam Melibatkan Siswa Dalam Pembelajaran Matematika

PENDAHULUAN
Mengajar adalah suatu aktivitas mengatur lingkungan sebaik-baiknya berhubungan dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar. Belajar sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor internal siswa yang meliputi fisik dan psikologis, faktor lingkungan , faktor pendekatan belajar yang meliputi teknik, strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran.
Dalam menciptakan suasana berpikir, kegiatan belajar mengajar harus bercirikan 4 ( empat ) hal yaitu, mengalami dan eksplorasi, interaksi, komunikasi dan refleksi. Mengalami dan eksplorasi berarti melibatkan berbagai indera: lihat, cium, dengar, raba, dan rasa. Hal ini akan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang suatu konsep dan meningkatkan daya bertahan pemahaman tersebut dalam pikiran siswa.
Sekarang pendidikan matematika mengalami perubahan paradigma agar pembelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa dan dapat memberi bekal kompetensi baik studi lanjut atau untuk memasuki dunia kerja. Paradigma baru pembelajaran matematika lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang . Guru sebagai fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan pengetahuan sendiri.
Menyikapi perubahan kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) ke kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), guru dituntut untuk lebih profesional dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan salah satu dari sekian banyak prasarana yang ikut menentukan tercapainya tujuan pendidikan. Dengan strategi pembelajaran yang tepat akan membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional sesuai dalam pasal 3 Undang-Undang No.20 Tahun 2003.
Untuk mengembangkan strategi pembelajaran , perlu media pembelajaran yang tepat karena media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Dalam proses pembelajaran kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidak jelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan bahan yang abstrakpun dapat dikonkritkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan dari pada tanpa bantuan media.
Bahan pelajaran dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar diproses oleh peserta didik. Apalagi bagi perserta didik yang kurang menyukai bahan pelajaran yang disampaikan itu. Guru yang bijaksana tentu sadar bahwa kebosanan dan kelelahan peserta didik adalah berpangkal dari penjelasan yang diberikan guru bersimpang siur, tidak ada fokus masalahnya. Hal ini tentu saja harus dicarikan solusinya. Jika guru tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu bahan yang baik, apa salahnya jika menghadirkan media sebagai alat bantu pengajaran guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan pengajaran.
Keberhasilan pembelajaran pada hakekatnya ditentukan oleh banyak faktor. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa juga dipengaruhi berbagai komponen yang ada dalam sistem pembelajaran. Dalam teori pemrosesan informasi, komponen siswa sebagai penerima pesan dan guru yang berperan sebagai sumber penyampaian pesan menjadi faktor penentu keberhasilan pembelajaran. Namun diantara keduanya, komponen guru dianggap faktor penyebab paling berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Di sinilah pentingnya kemampuan berbagai kompetensi yang diperlukan untuk mendukung keberhasilannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Satu di antara beberapa kompetensi yang sering diabaikan guru adalah kemampuan merancang dan menerapkan strategi yang tepat dalam pembelajaran. Banyak guru yang tidak mampu mengorkestrasi berbagai potensi dan lingkungannya, sehingga pembelajaran menjadi tidak efektif. Strategi pembelajaran yang diterapkan sering menimbulkan kebosanan dalam belajar, sehingga peserta didik tidak dapat menikmati pembelajaran dengan motivasi tinggi.

USAHA-USAHA GURU DALAM MELIBATKAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA.
Menurut teori belajar kontekstual, belajar terjadi hanya ketika siswa memproses informasi maupun pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga informasi tersebut beradaptasi dengan kerangka acuan mereka. Pendekatan ini menganggap bahwa pikiran manusia secara alamiah mencari makna dalam suatu konteks, yaitu berkaitan dengan lingkungan seseorang.
Dari pemahaman pendekatan teori belajar diatas, belajar hendaknya memfokuskan pada banyak aspek dari lingkungan belajar, sekolah, laboratorium, maupun lingkungan sekitar siswa. Dalam lingkungan demikian, siswa akan menemukan hubungan yang bermakna antara ide abstrak dan aplikasi praktis dikonteks dunia nyata, dan konsep diinternalisasi melalui proses penemuan, penguatan, dan pengaitan.
Agar pembelajaran matematika dapat berjalan efektif sesuai dengan tujuan di atas perlu diperhatikan beberapa hal antara lain , menggunakan strategi yang efektif, mengoreksi miskonsepsi, menggunakan konteks-konstes riil dan menghubungkan.
1) Menggunakan strategi yang efektif.
Gaya pembelajaran terstruktur dianjurkan para peneliti sesuai dengan sifat pengetahuan matematika yang terstruktur. Kegiatan yang dilakukan secara bertahap mulai mudah, sedang, sulit dan berulang-ulang dapat membantu menangkal ketakutan terhadap matematika dan ketidakpastian tentang kemampuan matematika yang dirasakan banyak orang.
Pengajaran yang efektif melibatkan pengajaran untuk tujuan memahami, menggunakan problem solving, dan rote learning (mempelajari setiap hal di luar kepala), dalam arti siswa perlu menguasai sistem konvensional dan mendapatkan kemampuan secara otomatis berbagai ketrampilan seperti fakta-fakta perkalian dan lambang-lambang. Tetapi penekanan rote learning secara berlebihan dapat membuat siswa mengalami kesulitan mentransfer pengetahuan ke situasi lain.
2) Mengoreksi miskonsepsi
Miskonsepsi cenderung dimiliki banyak anak, maka dengan mengatasinya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Lebih efektif membiarkan murid melakukan kesalahan dan setelah itu mendiskusikannya daripada memberikan contoh-contoh miskonsepsi sebelum melakukan kesalahan.
3) Menggunakan konteks-konteks riil
Kesulitan spesifik mata pelajaran matematika terletak pada sifat abstraknya. Siswa kesulitan untuk mengaitkan matematikanya dengan sistuasi riil. Guru hendaknya menjelaskan konsep matematika mulai konteks riil menuju hal yang abstrak.
4) Menghubungkan.
Guru dalam mengajarkan konsep baru , mulai dengan menghubungkan kemampuan awal siswa atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, menghubungkan matematika dengan mata pelajaran lain. Matematika mestinya tidak diajarkan secara terpisah tetapi melalui pertanyaan-pertanyaan guru menghubungkan sebuah konsep yang baru diajarkan dengan konsep yang sudah dipelajari sebelumnya.
Alat peraga adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menjelaskan konsep pembelajaran dari materi yang bersifat abstrak menjadi nyata sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa yang menjurus kearah terjadinya proses belajar mengajar. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran sangat dianjurkan, karena dengan memanfaatkan alat peraga yang sesuai dengan materi, pembelajaran akan lebih efektif dengan langsung memperagakan dan melakukan percobaan. Selain itu dengan menggunakan alat peraga, pembelajaran matematika yang dikenal siswa sebagai mata pelajaran yang rumit dan sukar dipelajari, akan menjadi lebih mudah dipahami, menyenangkan bagi siswa dan guru dapat lebih kreatif dalam menyampaikan materi pelajaran. Aktivitas belajar siswa adalah serangkaian kegiatan siswa dalam belajar yang tidak hanya mendengarkan uraian guru tetapi berupa aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan dan lain-lain.
Ada beberapa peranan penggunanan alat peraga dalam proses pembelajaran, yaitu :
1. Alat untuk memperjelas bahan pembelajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran
2. Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para peserta didik dalam proses belajarnya.
3. Sumber belajar bagi siswa baik secara individu ataupun kelompok.
4. Melalui alat peraga siswa terbantu dalam memahami konsep matematika yang sulit.
5. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan Metode mengajar lebih bervariasi, tidak hanya komunikasi verbal melalui peraturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran yang penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit.
Pembelajaran matematika dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain
Pendekatan pembelajaran matematika menitikberatkan pada pendekatan pemecahan masalah. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya. Pendidik mendorong peserta didik untuk berupaya memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupannya.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk lebih meningkatkan efektifitas pembelajaran matematika perlu diupayakan pembelajaran matematika partisipasif.
Pembelajaran matematika partisipatif pada intinya dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk mengikut sertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika partisipasif memiliki ciri-ciri antara lain:
1. Pendidik menempatkan diri pada kedudukan tidak serba mengetahui terhadap semua bahan ajar.
2. Pendidik memainkan peran untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
3. Pendidik melakukan motivasi terhadap peserta didik untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.
4. Pendidik menempatkan dirinya sebagai peserta didik.
5. Pendidik bersama peserta didik saling belajar.
6. Pendidik membantu peserta didik untuk menciptakan situasi belajar yang kondusif.
7. Pendidik mengembangkan kegiatan pembelajaran kelompok.
8. Pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi.
Berkaitan dengan partisipasi belajar, didalam kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa partisipasi diartikan perihal turut berperan serta didalam suatu kegiatan, keikutsertaan atau peran serta. Menurut Syamsuddin Adam, (1993 : 79) disebutkan bahwa partisipasi adalah keterlibatan seseorang dalam situasi baik secara mental, pikiran atau emosi dan perasaan yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan dalam upaya untuk memberikan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan dan ikut bertanggung jawab terhadap kegiatan pencapaian tujuan tersebut
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan program kegiatan pembelajaran adalah keterlibatan peserta didik dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar. Dimana salah satu iklim yang kondusif untuk kegiatan belajar adalah pembinaan hubungan antara peserta didik, dan antara peserta didik dengan pendidik sehingga tercipta hubungan kemanusiaan yang terbuka, akrab, terarah, saling menghargai, saling membantu dan saling belajar.

KESIMPULAN
Dalam paradigma baru pendidikan matematika, peranan guru dalam pembelajaran sangat sentral. Guru harus memiliki berbagai kompetensi dalam pengelolaan pembelajaran. Guru harus berusaha untuk merubah dirinya sebagai pelayan yang akan melayani siswa agar dapat melakukan pembelajaran yang bermakna.
Agar pembelajaran matematika dapat bermakna bagi peserta didik, guru harus mampu memanfaatkan lingkungan peserta didik sebagai sumber belajar, sehingga materi matematika tidak menjadi materi yang asing bagi peserta didik. Untuk ini diperlukan kemampuan guru untuk menyusun strategi pembelajaran yang tepat, menggunakan media yang tepat dan dapat mengaktifkan peserta didik, sehingga siswa dapat melibatkan diri dalam pembelajaran matematika yang parsitipatif.
Dengan usaha yang besungguh-sungguh dari guru dalam melibatkan secara optimal peranan siswa dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat untuk memperbaiki mutu pendidikan matematika yang salama ini dalam kondisi terpuruk.